Pengumuman

Bila tulisan yang Anda cari tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Selasa, 04 Agustus 2009

Kereta Ukur: Museum Kecil Kebanggaan Balai Yasa

Views


Pernahkah terpikir bagaimana mengukur kekuatan sebuah lokomotif? Setiap lokomotif yang baru dibeli PT Kereta Api diukur kekuatannya dengan kereta ukur dinamo.

Lokomotif yang baru dibeli digandengkan dengan kereta ukur ini, lalu diuji di lintasan Banjar-Tasikmalaya-Cicalengka, Jawa Barat. Lintasan ini berupa tanjakan yang cukup panjang sehingga data tentang kekuatan lokomotif bisa direkam sebanyak-banyaknya.

Saat ini, boleh dibilang PT KA tidak memiliki kereta ukur lagi. Satu-satunya kereta ukur yang dimiliki ini telah dibiarkan teronggok di Balai Yasa, bengkel milik PT KA di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, sejak tahun 2005.

”Sekarang mengukur kekuatan lokomotif tidak lagi menggunakan kereta ukur, tetapi menggunakan stationer. Dengan stationer, mengukur lokomotif tidak perlu mencari tanjakan tinggi yang panjang lagi karena stationer mengukur lokomotif dalam keadaan diam,” kata Hendratmo Adji, Kepala Balai Yasa, Sabtu (7/2).

Akibatnya, kereta ukur yang dibuat tahun 1925 ini menjadi barang usang yang didiamkan di sudut bengkel Balai Yasa. ”Dulu kereta ini dicat warna hijau. Padahal, kereta ini adalah kereta kayu sehingga penampilannya jelek sekali,” kata Adji.

Melihat kereta yang sebenarnya sudah sangat berjasa, akhirnya kereta ukur itu kini diperbaiki dan dijadikan museum kecil di halaman Balai Yasa.

Kereta ukur ini digandengkan dengan sebuah lokomotif uap. Namun, sebenarnya kereta dan lokomotif ini bukan pasangan. Mereka mempunyai ukuran yang berbeda. Hal ini terlihat dari ukuran rel yang dipasang. Rel untuk lokomotif uap buatan tahun 1921 ini lebih kecil dibandingkan rel untuk kereta ukur. ”Pemasangan ini ditujukan untuk membantu kita membayangkan bagaimana kereta ukur ini dulu bekerja,” kata Adji.

Kereta ukur ini memang sebenarnya untuk mengukur lokomotif uap. Namun, lokomotif listrik juga bisa diukur dengan kereta ukur ini. Kereta ukur ini dibagi dua kompartemen. Kompartemen pertama berisi alat-alat ukur, sedangkan kompartemen kedua adalah ruangan untuk istirahat para pekerja.

Selain mengukur kekuatan mesin yang dilaporkan dalam bentuk grafik oleh alat ukur ini, kereta ini juga bisa mengukur gas karbon dioksida, karbon monoksida, dan hidrogen yang keluar dari asap lokomotif.

Seluruh peralatan ini masih bisa bekerja, tetapi karena tidak pernah ditera ulang, hasil ukurnya tidak lagi tepat. ”Sebenarnya hasil pengukuran mekanik dengan kereta ukur ini jauh lebih presisi dibandingkan menggunakan pengukuran elektrik di stationer. Lokomotif diukur dalam keadaan bekerja, sedangkan dengan stationer, lokomotif diukur dalam keadaan diam,” tutur Adji.

Untuk menjadikan kereta ukur ini sebagai sebuah museum kecil, seluruh peralatan dan badan kereta ini sekarang telah dibersihkan dan divernis ulang sehingga tampak seperti kereta kayu antik.

Kereta ini memang antik. Lampu dan kipas angin kayu yang menempel di langit-langit kereta juga masih asli. Semua peralatan ini terlihat seperti baru karena dibersihkan ulang.


Dorong semangat kerja


Menurut Adji, selain untuk menyelamatkan kereta yang telah berjasa bagi PT KA, perbaikan kereta ukur ini juga sebagai kebanggaan para pekerja di Balai Yasa.

”Para pekerja di bengkel sangat bangga dengan proyek museum kecil ini. Dari kereta yang hanya teronggok tidak terpakai, sekarang bisa mereka ubah menjadi kereta yang cantik,” kata dia.

Kebanggaan yang tumbuh di antara para pekerja mampu mendorong semangat kerja mereka. Oleh karena itu, ketika ada tantangan untuk membenahi penampilan kereta-kereta yang ada, para pekerja bengkel pun antusias melakukannya.

Misalnya saja kereta Sembrani dan Turangga jurusan Jakarta-Surabaya. Interior kedua rangkaian kereta itu didesain ulang demi keselamatan dan keamanan penumpang. Misalnya saja kaca jendela yang semula besar kini ukurannya diperkecil sehingga mengurangi kemungkinan penumpang kereta terkena lemparan batu oleh tangan-tangan iseng.

Selain itu, tempat bagasi yang semula terbuka di atas kepala penumpang sekarang diberi penutup seperti di kabin pesawat. ”Dengan penutup seperti ini, pencuri-pencuri tas kesulitan mengincar tas dan mengambilnya,” kata Adji.

Perubahan interior seperti ini membuat para pekerja seperti mendapat tantangan baru. Apalagi pesanan untuk pekerjaan ini terus bertambah. ”Mereka jadi lebih rajin bekerja dan penghasilan mereka bertambah. Sudah ada pekerja yang mendapat uang jasa produksi lebih tinggi daripada gaji,” ujarnya. (ARN)

(Kompas, Rabu, 11 Februari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA ANDA :
EMAIL ANDA :
PERIHAL :
PESAN :
MASUKKAN KODE BERIKUT :