Pengumuman

Bila tulisan yang Anda cari tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Sabtu, 21 November 2009

Bangunan Cagar Budaya Berubah

Views

900 Bangunan Dipugar Tanpa Kendali

Jakarta, Kompas - Sekitar 900 bangunan cagar budaya di Menteng dipugar tanpa kendali. Pemugaran yang mengubah bentuk asli bangunan itu diketahui setelah Ikatan Arsitek Indonesia dan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta melakukan penelitian.

Ketua Kehormatan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Budi A Sukada, Senin (20/7) di Jakarta, mengatakan, banyaknya bangunan cagar budaya yang sudah berubah dari bentuk aslinya diketahui saat IAI dan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) meneliti semua bangunan cagar budaya guna menyusun pedoman pemugaran bangunan cagar budaya di Menteng, Jakarta Pusat. Bangunan yang berubah bentuk itu mencapai 30 persen dari 3.000-an bangunan cagar budaya yang ada.

Bangunan cagar budaya itu berubah bentuk karena dipugar pemiliknya. Pemilik bangunan kemungkinan tidak mengetahui pemugaran harus mengikuti aturan, termasuk tidak mengubah bentuk asli bangunan.

Pemugaran bangunan cagar budaya terikat aturan UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya serta SK Gubernur Nomor D/IV/ 6098/d/33/1975 jo Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Cagar Budaya. Bangunan cagar budaya dibagi dalam empat golongan, A sampai D.

Bangunan golongan A tidak boleh ditambah, diubah, dibongkar, atau dibangun baru. Untuk golongan B, bangunan di bagian badan utama, struktur utama, atap, dan pola tampak muka tidak boleh diubah alias harus sesuai bentuk asli.

Pada golongan C, bangunan boleh diubah atau dibangun baru, tetapi dalam perubahan itu harus disesuaikan dengan pola bangunan sekitarnya. Bangunan golongan D boleh diubah sesuai dengan keinginan pemilik, tapi harus sesuai dengan perencanaan kota.

Sampai saat ini masih ada sekitar 2.100 bangunan cagar budaya yang belum dipugar sama sekali atau sudah dipugar, tetapi mengikuti pedoman yang ditetapkan pemerintah.

Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan, pelanggaran pemugaran bangunan cagar budaya terjadi karena ketidakjelasan dan ketidaktegasan aturan. Pedoman pemugaran seharusnya ada sejak bangunan-bangunan itu ditetapkan sebagai cagar budaya.

Bangunan cagar budaya dapat menjadi obyek penelitian kemajuan kota tempo dulu, dari sisi arsitektur, sosiologi, maupun dari segi ekonomi-politik. Pemilik seharusnya mengerti nilai penting dan aturan mengenai bangunan cagar budaya.

Kepala Dinas P2B DKI Jakarta Hari Sasongko mengatakan, pedoman pemugaran sedang disusun untuk mencegah perusakan bangunan cagar budaya lebih lanjut. Sementara itu, kebijakan untuk bangunan yang sudah berubah bentuk akan ditentukan berikutnya. (ECA)

(Kompas, Selasa, 21 Juli 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA ANDA :
EMAIL ANDA :
PERIHAL :
PESAN :
MASUKKAN KODE BERIKUT :