Views
Jakarta, Kompas - Taman Prasasti, kuburan peninggalan zaman VOC yang sudah berusia 213 tahun, merupakan salah satu taman pemakaman umum atau TPU resmi tertua di dunia. Karena itu, taman tersebut layak disebut sebagai warisan budaya dunia.
”Taman Prasasti, dulu disebut Kerkhof Laan, lebih tua dari pemakaman tertua di Singapura Fort Canning Park (1926), Gore Hill di Sydney (1868), La Chaise Cemetery di Paris (1803). Ia bahkan lebih tua dari Mount Auburn Cemetery di Cambridge, Massachusetts, AS (1831), yang diklaim sebagai TPU modern pertama di dunia sehingga Pemerintah AS menetapkannya sebagai national historic landmark,” papar arsitek lansekap Nirwono Joga dalam acara diskusi ilmiah tentang koleksi nisan Museum Prasasti, Senin (9/6).
Masih menurut Nirwono, kita sebetulnya memiliki peluang untuk menjadikan Taman Pra- sasti sebagai warisan budaya dunia karena Indonesia setiap tahun dapat mengusulkan ke- pada UNESCO 10 warisan budayanya untuk mendapat sebutan resmi sebagai warisan budaya dunia.
”Akan tetapi, sampai kini kita belum mampu menjual Taman Prasasti,” kata Nirwono tentang museum terbuka itu, yang terletak di Jalan Tanah Aabang I, Jakarta Pusat, dekat Kantor Wali Kota Jakarta Pusat.
TPU Kerkhof Laan atau Taman Prasasti, yang sudah ada sejak zaman VOC, ujar Nirwono, patut dilindungi, dilestarikan, dan dikembangkan sebagai aset tujuan wisata kota.
Makna sosio-historis
Ahli sastra dan kebudayaan Belanda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Dr Lilie Suratminto, menyebut koleksi batu nisan Taman Prasasti sebagai file arsip sejarah kolonial Belanda terbesar di Asia.
”Tidak ada tempat lain di seluruh Asia yang punya koleksi prasasti dari zaman kolonial Belanda sebanyak dan selengkap yang ada di sini,” kata Lilie, yang juga menulis buku Makna Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia.
Museum Taman Prasasti, menurut Lilie, menyimpan arsip sejarah sosial-budaya yang kaya makna dan merupakan warisan yang yang tak ternilai bagi sejarah bangsa Indonesia, dan karena itu perlu ditata dan dilestarikan untuk diceritakan kepada anak cucu penerus bangsa.
Taman pemakaman Kerkhof Laan dibangun pada tahun 1795, di masa akhir zaman VOC, dengan tujuan mengantisipasi kepadatan penduduk kota Batavia, yang meningkat pesat sejak ia menjadi kota perdagangan internasional.
Pada tahun 1808, Kerkhof Laan menerima banyak batu nisan pindahan dari kuburan yang ada di berbagai tempat lain, seperti Gereja Belanda di Kota (kini Museum Wayang) dan Gereja Sion. Pemindahan itu dilakukan atas perintah Gubernur Jenderal Daendels, yang melarang dilanjutkannya tradisi mengubur jenazah di dalam gereja atau di atas tanah pribadi.
Nirwono menyebutkan, dari 4.600 batu nisan yang pernah ada di Kerkhof Laan, yang tersisa ki- ni berjumlah 1.242 buah. Di antara para tokoh sejarah yang makamnya masih ada di Taman Prasasti termasuk istri Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Raffles, yang meninggal dunia pada tahun 1814; Dr HF Roll (1867-1935), penggagas dan pendiri sekolah kedokteran STOVIA; Miss Riboet alias Miss Tjitjih (1900-1965); serta Soe Hok Gie (1942-1969). (muk)
(Sumber: Kompas, Selasa, 10 Juni 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar