Pengumuman

Bila tulisan yang Anda cari tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Minggu, 08 Februari 2009

Pencarian Situs Batu Kuya Libatkan Bea dan Cukai

Views


JAKARTA, KOMPAS--Situs Batu Kuya yang hilang dari tempatnya di kawasan Hutan Lindung Haur Bentes, Desa Pasir Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, hingga Senin (29/9) belum terlacak keberadaannya. Situs seberat 6 ton peninggalan Kerajaan Tarumanegara tersebut diduga akan diselundupkan ke luar negeri.

”Karena itu, untuk pencariannya kami melibatkan Bea Cukai dan Interpol,” kata Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Dradjat.



dok KSB / Kompas Images
Situs Batu Kuya diangkut menggunakan kontainer dari tempatnya di kawasan Hutan Lindung Haur Bentes, Kabupaten Bogor, dan melintas di Desa Pasir Madang, Selasa (23/9). Situs seberat 6 ton ini diameternya 3 meter dan tinggi sekitar 4 meter.


Menurut Hari, upaya pencarian dilakukan dengan meminta keterangan masyarakat dan menyusuri jejak perjalanan situs itu sejak dari tempat asalnya di Hutan Lindung Haur Bentes, Kabupaten Bogor, hingga tempat ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kemungkinan situs tersebut sudah masuk kontainer, tetapi belum dikirim ke luar negeri.

Situs berupa batu berbentuk kura-kura raksasa atau dalam bahasa Sunda disebut ”kuya” tersebut hilang dari tempatnya pada hari Selasa (23/9). Batu dengan garis tengah sekitar 3 meter dan tinggi 4 meter tersebut diangkut dari tempatnya dengan menggunakan kontainer.

Menurut Hari, situs tersebut kemungkinan besar peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kerajaan tertua di Nusantara. Kerajaan yang didirikan pada tahun 358 M tersebut meninggalkan sejumlah benda purbakala termasuk tujuh prasasti, yakni Prasasti Tugu, Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Munjul, Muara Cianten, dan Prasasti Pasir Awi.

”Walaupun situs Batu Kuya berupa batu dan bukan prasasti, karena berada di kawasan situs, maka termasuk benda cagar budaya,” kata Hari.

Hari mengatakan, setelah otonomi daerah, lembaga penilik kebudayaan di daerah-daerah kini tidak ada lagi. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam menjaga peninggalan purbakala sangat diharapkan.


Harus diteliti

Guru besar arkeologi Universitas Indonesia, Mundarjito, mengatakan bahwa status batu tersebut harus diteliti secara mendalam. Jika benar bernilai, bisa ditetapkan sebagai benda cagar budaya.

Menurutnya, tidak semua peninggalan masa silam bisa dinyatakan sebagai benda cagar budaya. Hanya benda yang mempunyai nilai penting dan signifikan bagi perkembangan sejarah yang dikategorikan demikian.

Di sisi lain, Mundarjito mengatakan, ada perkembangan menggembirakan, yakni kesadaran masyarakat melaporkan hilangnya benda tersebut. Penjagaan situs dan benda cagar budaya tidak hanya oleh pemerintah. Pemberdayaan dan peningkatan kesadaran masyarakat agar peduli terhadap cagar budaya menjadi sangat penting. ”Banyak penemuan arkeologi di Indonesia oleh masyarakat secara kebetulan atau tanpa sengaja,” ujarnya.

Perlindungan terhadap situs cagar budaya juga harus bersinergi dengan sektor lain. Hal ini mengingat situs cagar budaya terdapat di berbagai lokasi yang terkadang berupa hutan, tambang, atau permukiman. Koordinasi dapat diupayakan di tingkat daerah. (THY/INE)

(Sumber: Kompas, Selasa, 30 September 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA ANDA :
EMAIL ANDA :
PERIHAL :
PESAN :
MASUKKAN KODE BERIKUT :