Views
Oleh Kang Tjo Goan
Pemenang lelang melalui telepon itu bernama Cai Ming- chao; dia menelepon dari daratan China ke Perancis. Artefak bersejarah yang dilelang oleh rumah lelang Christie di Paris dan nilai lelangnya masing-masing 18 juta dollar AS itu adalah dua patung perunggu kepala tikus dan kelinci.
Namun, dalam konferensi pers 2 Maret 2009 di Beijing, Cai Ming-chao menyatakan dia tidak akan membayar lelang yang dia menangi tersebut. Tujuannya ikut serta dalam lelang dan berjuang keras memenanginya adalah membawa pulang kedua patung bersejarah tersebut kembali ke China. Tindakan ini, menurut dia, adalah tugas patriotik.
Untuk dapat ikut serta dalam lelang di rumah lelang Christie, peserta diwajibkan menginformasikan data-data bank dan kartu kredit. Cai Ming-chao, seorang kolektor benda-benda seni dan pelelang, punya reputasi sebagai peserta. Pada tahun 2006 dia tercatat membayar 15 juta dollar AS untuk sebuah patung perunggu Buddha dari zaman Dinasti Ming.
Kedua patung perunggu yang dilelang oleh rumah lelang Christie itu memang artefak bersejarah milik China. Kedua patung tersebut adalah dua dari 12 patung perunggu berdasarkan almanak China yang dibuat pada tahun 1750. Ke-12 patung perunggu tersebut dirampok oleh tentara Inggris dan Perancis dalam Perang Candu pada tahun 1860 dari taman kerajaan dalam Istana Musim Panas di luar kota Beijing. Dari 12 patung tersebut, tujuh sudah diketahui keberadaannya, sedangkan lima masih disembunyikan oleh para perampok.
Pemerintah China sudah berusaha keras mencegah penjualan barang curian tersebut melalui rumah lelang Christie, tapi pihak Christie mengabaikannya. Sebetulnya, Pemerintah China bersedia membayar kedua patung perunggu tersebut, tapi harga yang diminta kelewat mahal untuk barang-barang curian.
Legalitas barang curian
Fakta bahwa patung perunggu tersebut merupakan milik sejarah China tak terbantahkan. Tindakan membawa keluar ke-12 patung tersebut dari China dalam Perang Candu adalah tindakan perampokan, pun merupakan fakta yang tak terbantahkan. Maka, pertanyaannya adalah bagaimana mungkin penadah barang curian memperoleh legalitas atas barang curian tersebut? Siapa pihak yang berwenang mengeluarkan legalitas atas barang curian tersebut?
Apabila pihak pencuri mempunyai wewenang menerbitkan legalitas atas barang yang dicurinya, seluruh bangunan hukum atas hak milik pribadi (property rights) akan runtuh di bawah kaki para pencuri. Ini berarti, para pembajak hak cipta dapat menerbitkan legalitas atas barang-batang bajakannya—dan menjadi legal.
Ketika tentara Amerika menjejakkan kakinya di Baghdad, serentak pula terjadi perampokan dan penjarahan terhadap museum purbakala Irak di Baghdad, di depan mata tentara Amerika. Hingga hari ini, Pemerintah Amerika belum pernah menyatakan bertanggung jawab atas terjadinya perampokan dan penjarahan terhadap museum purbakala Irak tersebut.
Pada masa lalu, benda-benda seni yang dirampok oleh tentara Jerman dalam Perang Dunia II, begitu mau dijual dalam rumah lelang, tapi kemudian diklaim oleh pemilik sesungguhnya, maka benda-benda tersebut dikembalikan kepada pemilik lamanya.
Dalam kasus perampokan oleh tentara Jerman, tampaknya berlaku ”hukum perang”: pemenang perang membuat hukum dan pihak yang kalah perang adalah pihak yang dihukum; artinya: perampokan yang dilakukan oleh tentara Jerman sebagai pihak yang kalah perang adalah ilegal. Sementara itu, perampokan yang dilakukan dalam kolonialisme/imperialisme hingga kini masih legal. Fakta historis mutakhirnya adalah kasus pelelangan kedua artefak bersejarah patung perunggu dalam rumah lelang Christie tersebut.
Apakah artefak-artefak dari museum Baghdad yang dijarah tersebut, suatu ketika nanti, akan juga masuk rumah lelang? Apabila pelelangan atas artefak-artefak jarahan dari museum Baghdad dapat diselenggarakan, ini berarti tidak ada masalah legalitas atas pelelangan tersebut. Artinya juga, artefak-artefak tersebut, entah bagaimana caranya dan entah dari siapa, mungkin bakal mempunyai sertifikat legal untuk dijual.
Memang di sinilah ironinya. Ada standar ganda. Pelaku penjarahan benda-benda seni karena kebetulan ”menang perang”—sekalipun perang sepihak seperti penaklukan sekutu pimpinan Amerika atas Irak—dianggap sah-sah saja tindakannya.
Kang Tjo Goan
Sarjana Filsafat Lulusan STF Diyarkara
yang Meminati Masalah Geopolitik;
Tinggal di Jakarta
Sarjana Filsafat Lulusan STF Diyarkara
yang Meminati Masalah Geopolitik;
Tinggal di Jakarta
(Kompas, Rabu, 25 Maret 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar