Views
Oleh: Indira Permanasari
Pritttt !!! Astaga! suara lengkingan peluit menyentak telinga. "No, no touching please," ujar seorang perempuan muda berseragam biru dengan tegas. Dia salah seorang pengawas di kawasan situs Acropolis, di Athena, Yunani.
Perempuan berkalung sempritan itu rupanya melarang dan menegur salah seorang pengunjung yang menyentuh salah satu runtuhan pilar putih di kawasan situs Acropolis.
Di situs Acropolis, antara lain, terdapat Parthenon tempat pemujaan Dewi Athena. Tempat pemujaan itu terbuat dari marmer putih dan dibangun selama lima belas tahun pada 447-432 SM. Runtuhan pilar-pilar raksasa keputihan itu memang begitu menggoda untuk disentuh, lagi pula hanya dipagari tali.
Mata penjaga itu pastilah sangat tajam dan sangat perhatian dengan tugasnya. Pertengahan Juni lalu, pengunjung kawasan situs itu luar biasa padat dan berdesakan sehingga pengunjung harus antre bergantian untuk masuk ke kawasan Acropolis. Walaupun jumlah pengunjung sudah dibatasi, tetap saja ramai.
Peluit petugas itu hanya sebagian kecil cerita betapa dilindunginya kekayaan peninggalan sejarah tersebut dan menyatunya masyarakat Yunani yang modern dengan peninggalan masa lalunya.
Peradaban Yunani yang telah berkembang sejak 3.000 SM meninggalkan berbagai situs cagar budaya. Sebagian besar peninggalan merupakan kuil-kuil tempat pemujaan dewa-dewi masa lalu yang tidak digunakan lagi dalam ritual keseharian, mengingat lebih dari 90 persen masyarakat Yunani merupakan penganut Kristen Ortodoks.
Namun, penghargaan terhadap sejarah dan peninggalannya tetap kuat terasa dan menyatu dengan kehidupan warga Yunani modern. Dari beberapa sudut kota Athena, kemegahan Acropolis di kejauhan masih dapat dilihat dengan mata telanjang.
Hampir tidak ada bangunan bertingkat tinggi apalagi pencakar langit berdinding kaca yang menutupi pandangan. Gedung perkantoran, rumah, dan apartemen dengan balkon berhiaskan bunga di perbukitan batu yang menjadi kontur kota itu menyatu dengan peninggalan sejarah.
Mantan Duta Besar Yunani untuk Indonesia Alexis Christo Paulos dalam sebuah makan malam bercerita, bangunan baru tidak diperkenankan dibangun di atas situs atau di area situs yang sifatnya dapat memengaruhi penampakan situs.
Hal senada disampaikan salah seorang Staf Hubungan Masyarakat Departemen Pariwisata Maria Vouidaski. Bahkan, ketika seseorang membuat fondasi rumah lalu menemukan sisa peninggalan sejarah, dia wajib melapor. Jika temuan itu dianggap cukup penting, pembangunannya dapat dihentikan.
Ungkapan Alexis terbukti ketika melewati daerah permukiman sekitar Acropolis. Di salah satu sudut jalan dekat Acropolis tampak sebidang lahan berpagar rendah dengan beberapa tumpukan batu yang ternyata merupakan salah satu temuan situs. Tampaknya lahan itu semula hendak dibangun, tetapi dihentikan.
Keseriusan menjaga kelestarian sejarah tersebut terlihat sampai di Pulau Hydra. Di pulau tersebut, rumah-rumah batu yang sudah berusia tua dan termasuk cagar budaya tidak diperkenankan dicat.
Dinding bermotif batu-batu keabu-abuan yang telajang membuat pemandangan kota pesisir di pulau khas tempo dulu. Kendaraan bermotor juga dilarang berada di pulau sehingga penduduk umumnya menggunakan transportasi kuda. Jadi, jangan heran jika memesan hotel di pulau kecil itu dan kemudian dijemput dengan kuda.
Kesungguhan
Yunani sangat sungguh-sungguh dalam menjaga warisan budayanya. Menteri Pariwisata Republik Helenik/Yunani Fanny Palli Petralia mengatakan, warga Yunani menyadari masa lalu itu sekaligus menjadi masa depan mereka. Pariwisata berkontribusi sebagai pemberi devisa utama, 14,3 persen dari produk domestik bruto (gross domestic product/GDP), dan penyedia 16,5 persen lapangan pekerjaan.
Pada tahun 2006, jumlah wisatawan mencapai 18 juta orang. Tentu saja, yang menjadi salah satu daya tarik utama ialah peninggalan bersejarah.
Untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan pelestarian budaya dan pariwisata sengaja dipisahkan antara departemen pariwisata dan kebudayaan Yunani. Departemen pariwisata bertugas sebatas mempromosikan, sedangkan perlindungan dan pemanfaatan situs khusus ditangani departemen kebudayaan. Departemen itu secara ketat menerapkan aturan untuk perlindungan tersebut.
Ketika ditanyakan apakah masyarakat tidak protes atau mengeluh dengan aturan yang ketat tersebut, Alexis berkata, "Selama ini warga tidak memprotes karena mereka memang tidak dapat berbuat apa-apa. Itu sudah peraturannya dan mereka menyadarinya. Ini situs warisan dunia yang dilindungi," ujarnya.
Pembangunan
Pembangunan kota masa kini juga tidak meninggalkan benda-benda bersejarah yang secara fungsional tidak digunakan lagi sehari-hari oleh masyarakat Yunani. Itu antara lain terlihat dari pembangunan berbagai fasilitas yang kerap menyertakan cuplikan artefak, gambaran, dan dokumentasi tentang peninggalan bersejarah Yunani.
Di Athens International Airport Eleftherios Venizelos, misalnya, terdapat museum yang digarap menarik, terang, bersih, menyenangkan, dan jauh dari kesan kumuh.
Beberapa orang sambil menyeret koper asyik melihat-lihat berbagai koleksi yang ditampilkan, seperti keramik, patung, dan foto dokumentasi ekskavasi situs cagar budaya.
Terdapat sekitar 172 temuan arkeologi mulai dari zaman Neolithic sampai Post-Byzantine. Di beberapa pemberhentian atau stasiun metro, seperti stasiun dekat Acropolis juga dilengkapi dengan display tentang peninggalan sejarah. Berbagai lokasi cagar budaya selalu dilengkapi dengan museum yang menyajikan koleksi dari lokasi ekskavasi. Museum-museum tersebut umumnya tidak terlalu besar, tetapi cukup memberikan informasi dan suasana.
Bahkan, di pulau kecil seperti Pulau Hydra terdapat museum kecil tentang sejarah maritim yang dikelola profesional dengan penataan menarik.
Situs dan peninggalan bersejarah itu tidak sekadar dijadikan obyek yang dieksploitasi untuk menambah kas negara, melainkan dipandang sebagai bagian dari sejarah peradaban.
Warga dunia diundang untuk menikmatinya, dan tentu juga untuk ikut melindunginya.
(Sumber: Kompas, Rabu, 20 Juni 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar