Views
Oleh: REINHARD NAINGGOLAN
Kalau tidak bisa disebutkan sebagai satu-satunya, mungkin Kerajaan Banggai adalah satu dari sedikit kerajaan di belahan bumi ini yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Raja-rajanya bukanlah berasal dari satu garis keturunan, tetapi dipilih dari kalangan bangsawan atau rakyat biasa yang dianggap mampu memimpin.
Jika dinilai tidak becus memimpin, raja-rajanya dapat diberhentikan. Kekuasaan raja cukup luas, sebagaimana halnya kekuasaan pemimpin-pemimpin negara demokratis zaman ini.
Adalah Basalo Sangkap-semacam lembaga legislatif-yang bertugas memilih, melantik, dan memberhentikan raja Banggai. Terbentuknya Basalo Sangkap ini berawal dari empat kerajaan kecil di Pulau Banggai, yaitu Kerajaan Babolau, Singgolok, Kookini, dan Katapean.
Dalam buku Babad Banggai Sepintas Kilas yang disusun Machmud HK dikatakan, sebelum Kerajaan Banggai berdiri, empat kerajaan ini selalu berselisih. Masing-masing ingin menguasai yang lain. Namun, persaingan itu tidak sampai pada peperangan, melainkan hanya adu kesaktian raja masing-masing. Mungkin karena selalu berselisih itu, empat kerajaan tersebut jatuh ke dalam kekuasaan Kesultanan Ternate, yaitu sekitar abad ke-16.
Adi Cokro, Panglima Perang Kesultanan Ternate yang berasal dari Jawa, kemudian menyatukan keempat kerajaan itu, menjadi Kerajaan Banggai. Keempat rajanya kemudian dijadikan Basalo Sangkap yang terdiri dari Basalo Dodung (Raja Babolau), Basalo Gong-gong (Raja Singgolok), Basalo Bonunungan (Raja Kookini), dan Basalo Monsongan (Raja Katapean).
Setelah Adi Cokro menyatukan keempat kerajaan itu, bahkan memperluas wilayahnya sampai ke Banggai Daratan (wilayah Kabupaten Banggai saatini), ia kembali ke Jawa. Basalo Sangkap lantas memilih Abu Kasim, putra Adi Cokro hasil perkawinan dengan Nurussapa-putri Raja Singgolok-menjadi Raja Banggai. Namun, sebelum dilantik, Abu Kasim tewas dibunuh bajak laut dalam suatu pelayaran.
Basalo Sangkap kemudian memilih Maulana Prins Mandapar, anak Adi Cokro yang lain, hasil perkawinannya dengan seorang putri Portugis. Basalo Sangkap ini pula yang melantik Mandapar menjadi Raja Banggai pertama dan berkuasa mulai tahun 1600 sampai 1625.
Pelantikan Mandapar dan raja-raja setelahnya dilakukan di atas sebuah batu yang dipahat menyerupai tempat duduk. Sampai saat ini batu tersebut masih ada di Kota Tua Banggai Lalongo, sekitar lima kilometer dari Kota Banggai.
Setelah Mandapar dilantik, Kerajaan Banggai mulai ditata sedemikian rupa sehingga pemerintahan maupun kehidupan rakyatnya berjalan secara baik. Untuk membantu Raja, dibentuklah dewan menteri atau yang dikenal dengan komisi empat. Komisi empat itu terdiri dari Mayor Ngopa atau Raja Muda, Kapitan Laut atau Kepala Angkatan Perang, Jogugu atau Menteri Dalam Negeri, dan Hukum Tua atau Pengadilan.
Pembantu komisi empat
Komisi empat tersebut masing-masing memiliki sejumlah pembantu. Mereka dan pembantu-pembantunya dipilih dan diangkat langsung oleh raja dengan persetujuan Basalo Sangkap. Selain dari komisi empat dan pembantu-pembantunya, raja juga mengangkat staf pribadi untuk urusan pemerintahan dan rumah tangga istana.
Ketika empat raja yang menjadi Basalo Sangkap itu mangkat, posisi mereka digantikan oleh keturunannya atau setidak-tidaknya oleh orang yang memiliki hubungan keluarga dengan mereka. Sampai saat ini keturunan dari Basalo Sangkap itu masih dapat kita temui.
Namun, peranan keturunan mereka tidak lagi sebagai Basalo Sangkap yang memilih, melantik, dan memberhentikan raja, tetapi sebagai pemangku adat kerajaan masing-masing. Peranan Basalo Sangkap di Kerajaan Banggai telah berakhir seiring dengan berakhirnya kekuasaan Raja Banggai ke-20, Raja Syukuran Aminudin Amir, yaitu pada tahun 1957. Dua tahun setelah itu, wilayah kekuasaan Kerajaan Banggai resmi menjadi Daerah Swantara (setingkat kabupaten) Tingkat II Banggai.
TS Jabura (68), salah seorang pemangku adat Kerajaan Babolau, mengatakan, silsilah keturunan Basalo Sangkap masih jelas. Masing-masing kerajaan (Babolau, Singgolok, Kookini, dan Katapean) memiliki 24 pemangku adat yang merupakan keturunan raja. Tugas mereka saat ini adalah menjaga dan melestarikan peninggalan kerajaan masing-masing, seperti istana, pedang, tombak, dan bendera pusaka.
(Sumber: Kompas, Senin, 7 Mei 2007)
Katanya Kerajaan Paling Demokratis...
BalasHapusTapi sepeninggal Adi Cokro yang diangkat malah anak2nya...
Malah sampai repot-repot ke Tanah Jawa lagi..
Basalo Sangkapnya kemana..???
Bandingkan dengan Kerajaan Gorontalo, mungkin lebih demokratis dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan lainnya....
BalasHapus