Pengumuman

Bila tulisan yang Anda cari tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Selasa, 24 Maret 2009

Geliat Awal Malang Heritage Society

Views


BELUM ada sepekan semenjak pendeklarasian Malang Heritage Society (MHS), 18 Maret 2003 lalu, tiga warga Malang menanggapinya secara tulus dengan memberikan naskah kuno kepada penggagas organisasi nonprofit yang peduli pusaka budaya ini.

Naskah kuno itu terdiri dari kitab teologi Islam berhuruf Arab pego yang kemudian disebut sebagai huruf Jawi, catatan harian dengan huruf latin berbahasa Melayu tentang kegiatan Bupati Malang semasa pemerintahan kolonial Belanda, dan teks skenario pementasan wayang topeng khas Malang Lakon Panji berhuruf latin berbahasa Melayu pula dan berangka 1913 Masehi.

Penggagas MHS ini adalah Prof Dr M Habib Mustopo, Guru Besar Sejarah Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Beliau kini juga menjabat Ketua Ikatan Ahli Epigrafi Indonesia (IAEI) Komisariat Daerah Jawa Timur.

Habib mengemukakan secara panjang-lebar, pendeklarasian MHS di Tahun Pusaka Indonesia 2003 merupakan upaya penerjemahan kunci dialog pemahaman kearifan lokal di masa lalu. Kearifan lokal masa lalu di Malang sebagai satu kesatuan budaya dari tiga wilayah administrasi yang sekarang, meliputi Pemerintah Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang.

Pusaka budaya (cultural heritage) yang tersebar di dalam satu kesatuan wilayah budaya Malang tak ternilai harganya. Pemahaman kearifan lokal pada masa lalu itu sebagian memang masih terkunci dan belum sepenuhnya memberikan wacana dialog budaya yang menyegarkan.

Dimulai dari peninggalan zaman prasejarah. Di daerah hulu Sungai Brantas di Kota Batu sekarang, batu-batuan besar (monolit) yang meninggalkan ciri peradaban manusia pada masanya banyak tersebar, di antaranya di sawah-sawah milik warga setempat.

Batu-batu itu diduga sebagai warisan kebudayaan megalitikum pada zaman prasejarah. Tampak ada rekayasa tertentu dari suatu peradaban manusia terhadap batu monolit tersebut dan sebaran keberadaannya luas pula. Sebaran itu dimulai dari hulu hingga daerah aliran sungai (DAS) Brantas di Malang.

Misalnya, adanya lubang berdiameter sekitar 30 cm dan sedalam 30 cm pada permukaan sebuah batu besar. Lubang di tengah permukaan batu besar yang besarnya seukuran dua kerbau yang disandingkan rapat-rapat memiliki tujuan tertentu pada masanya.

Kajian arkeologis mengenai batu itu, seperti diungkapkan salah satu arkeolog yang mengkaji masalah ini, Dwi Cahyono dari Universitas Negeri Malang, sementara ini memperkirakan adanya lubang batu itu untuk menampung air hujan. Kemudian airnya dikeramatkan atau disucikan.

"Air keramat ini bermanfaat untuk upacara ritual kuno berkaitan dengan tradisi bercocok tanam yang sudah dikenal pada zaman prasejarah," kata Dwi Cahyono.

UNTUK melihat keragaman warisan pusaka budaya Malang, sebetulnya dapat diintip melalui koleksi museum yang ada. Namun, sejauh ini museum di Kota Malang belum terwujud.

Meskipun beberapa puluh tahun lalu pernah ada Museum Malang. Namun, kini telah hilang keberadaannya beserta koleksi-koleksinya.

Di Kota Malang sendiri kini ada beberapa tempat yang dapat membuktikan, betapa banyak warisan pusaka budaya dari rentang berabad-abad itu. Namun, banyaknya warisan pusaka budaya itu cenderung belum optimal untuk menyegarkan wacana dialog budaya, karena masih sebatas menjadi koleksi seni yang dipajang untuk hiasan.

Salah satu sosok pecinta dan pemburu barang-barang seni kuno dan antik, Anhar Setjadibrata (56), di Malang, mengatakan, tantangan untuk melestarikan warisan pusaka budaya adalah menumbuhkan rasa cinta akan seni dan keindahan di masyarakat. Sebab, warisan pusaka budaya selain mengandung nilai-nilai kesejarahan, juga mengandung nilai karya seni dan keindahan tersendiri.

Selain itu, lanjut Anhar, langkah menyosialisasikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya adalah mutlak. Selanjutnya muncul tindakan preservasi, konservasi, dan restorasi terhadap warisan pusaka budaya tersebut.

Kedua tantangan yang disampaikan Anhar betul-betul didasarkan pada kenyataan dan pengalaman hidupnya dalam memburu benda-benda seni selama ini. Saya sudah mengumpulkan benda-benda antik dan kuno selama 30 tahun," katanya.

Menurut Anhar, sebetulnya kategori koleksinya dapat dikategorikan sebagai benda seni, benda antik, dan benda cagar budaya. Untuk benda cagar budaya itu tampaknya memiliki kekhususan dalam penyikapannya.

Bagaimanapun juga sesuai UU Benda Cagar Budaya, koleksi yang dikategorikan sebagai benda cagar budaya merupakan hak milik negara. Namun, tetap saja seorang warga dapat memilikinya, asalkan memenuhi ketentuan UU itu, yaitu mencatatkan benda tersebut kepada pemerintah. Sewaktu-waktu pemerintah dapat mengambil benda cagar budaya tersebut untuk keperluan pengembangan pengetahuan.

Keunikan dan kekunoan berbagai warisan pusaka budaya memiliki citra masa lalu. Upaya untuk menelusuri citra masa lalu inilah yang akan menjadi denyut nadi kehidupan Malang Heritage Society selanjutnya. MHS juga sudah menggagas penerbitan jurnal ilmiah yang akan diberi nama Kayutangan.

Warisan pusaka budaya lainnya di Kota Malang yang baru dijumpai akhir-akhir, adanya sejumlah manuskrip atau kitab kuno tentang ajaran Sufi Islam. Tidak tanggung-tanggung jumlahnya, meliputi 15 manuskrip daun lontar, lima kitab berbahan kertas kuno (daluwang), dan tujuh lempeng perunggu yang sudah diperkirakan Habib, ada semenjak masa Majapahit atau Abad XIV silam.

Adapun sejumlah kitab dan manuskrip kuno itu hingga kini masih dapat dijumpai di salah satu lemari buku di Gereja Hati Kudus Yesus Kayutangan, Kota Malang.(naw)

(Kompas, Senin, 31 Maret 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA ANDA :
EMAIL ANDA :
PERIHAL :
PESAN :
MASUKKAN KODE BERIKUT :