Views
Jakarta, Kompas - Penyitaan artefak dan sampel kayu kapal abad X yang tenggelam di perairan utara Cirebon, Jawa Barat, dikhawatirkan menghancurkan upaya pembuktian hipotesa sejarah baru. Khususnya mengenai awal masuknya Islam di Nusantara.
"Kekhawatiran kami adalah semua artefak hancur karena tidak terawat," kata Horst H Liebner, ahli perahu tradisional Bugis sekaligus peneliti pada ekskavasi kapal abad X, pekan lalu, di Jakarta. Penahanan dan penyitaan artefak kuno dan terkait izin pengangkatan harta karun itu, menurut polisi, karena melanggar UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Akhir Januari 2006 lalu, selain menahan kapal sewaan PT Paradigma Putera Sejahtera pengangkat artefak MV Sirent, polisi juga menyita artefak yang disimpan di gudang penyimpanan artefak di Pamulang, Jakarta. Sejak itu, proses analisa laboratorium pun terhenti.
Menurut Horst, kehancuran artefak sangat mungkin terjadi karena sebagian artefak seperti kayu kapal yang direndam air harus rutin diganti. Tanpa itu, bakteri pengurai leluasa tumbuh dan kayu pun hancur hingga tidak mungkin dapat diteliti lagi.
Padahal, kayu tersebut dibutuhkan untuk diteliti jenisnya untuk mengetahui asal keberangkatan kapal yang diduga menempuh jalur China menuju Teluk Semarang itu. "Beberapa artefak sudah selesai direstorasi, tapi banyak yang belum dikerjakan."
Dari hasil penyelaman, ditemukan sekitar 500.000 benda, pecahan, dan sampel penelitian. Semua benda itu akan diteliti untuk membuktikan hipotesa baru, penyebaran Islam ke Nusantara lebih cepat dari keyakinan sekarang pada abad XIII.
Menurut Horst, yang terpenting dalam kasus ini bukan soal bebas-tidaknya penyelam, tetapi bagaimana sebuah potensi penguakan sejarah baru di Indonesia terancam gagal.
Selain menyita semua temuan, polisi juga sempat menahan dua penyelam laut dalam berkewarganegaraan Jerman dan Perancis. Keduanya dibebaskan polisi, Selasa (25/4) lalu.
Di tempat terpisah, Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Anton Bachrul Alam menyatakan, polisi tidak akan membebaskan penyelam asing yang diduga melakukan kegiatan ilegal mengambil harta karun dari kapal karam di perairan Indonesia.
Polisi juga tidak akan menanggapi permintaan menghentikan penyegelan gudang penyimpanan harta, atau membebaskan warga asing dan tersangka lain. "Wajar mereka mengajukan tuntutan untuk dibebaskan karena merasa memiliki izin. Tindakan hukum yang dilakukan polisi harus dipandang dalam kaitan pengamanan aset," kata Anton sambil menegaskan, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya masalah ini melalui proses hukum di pengadilan.
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagaimana disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi kepada wartawan, juga meminta agar kedua ilmuwan yang sempat ditahan selama lima minggu oleh Mabes Polri atas tuduhan mencuri harta karun dari kapal itu harus sudah dilepaskan dan diberi izin untuk melanjutkan penelitiannya kembali.
Harta karun yang ditemukan di antaranya guci, emas, dan batu-batuan dengan nilai sekitar 20 juta dollar AS dan kini tersimpan di Bank Mandiri.(ONG/HAR/GSA/HRD)
(Sumber: Kompas, Senin, 01 Mei 2006)











Tidak ada komentar:
Posting Komentar