Views
Jakarta, Kompas - Pemerintah berupaya menggalang partisipasi dari berbagai negara untuk rehabilitasi dan pemeliharaan Kompleks Prambanan dan Taman Sari di Yogyakarta, Jawa Tengah, pascabencana gempa bumi pada Mei 2006. Kendala yang dialami terutama terkait struktur bagian dalam bangunan candi.
Hal itu terungkap dalam "Consultative Meeting for The Rehabilitation of Earthquake Affected Prambanan World Heritage" di Museum Nasional, Jumat (11/5). Dalam kesempatan itu berkumpul perwakilan lima negara, yakni Italia, Belanda, Arab Saudi, India, dan Jepang.
Pertemuan juga dihadiri perwakilan Pemerintah Indonesia— dalam hal ini Dirjen Sejarah dan Arkeologi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat—dan Direktur Kantor UNESCO untuk Indonesia Hubert Gijzen. Pemerintah dengan bantuan UNESCO telah membuat rencana aksi untuk rehabilitasi Kompleks Prambanan dan Taman Sari Yogyakarta.
Hari Untoro mengatakan, setelah gempa telah dibentuk tim. Situs juga sempat ditutup untuk umum sampai bulan Oktober. Telah pula dilakukan pendokumentasian, analisis dan proses rehabilitasi yang masih terus berlangsung. Dalam proses tersebut, UNESCO dan sejumlah negara sudah mengulurkan bantuan. Bantuan dana antara lain sudah datang dari Pemerintah Arab Saudi dan Jepang.
Hubert Gijzen menambahkan, kerja sama yang kelak dijalin tidak sekadar rehabilitasi bangunan bersejarah pascagempa bumi di Yogyakarta. "Perlu rehabilitasi yang komprehensif seperti di Borobudur. Tidak sebatas rehabilitasi monumen saja, tetapi juga pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk konservasi dan pemanfaatan situs," ujarnya. Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia dan UNESCO siap mengoordinasi aksi tersebut.
Para perwakilan negara-negara tersebut, seperti India, Belanda, dan Italia, umumnya menawarkan bantuan tenaga ahli. Paul Peters dari Kedutaan Besar Kerajaan Belanda mengatakan, negaranya punya cukup banyak ahli dan arsip terkait peninggalan bersejarah tersebut. "Kami perlu tahu jenis tenaga yang dibutuhkan secara spesifik," ujarnya.
Anggota tim ahli bidang arkeologi untuk rehabilitasi Prambanan, Inajati Adrisijanti, mengatakan, anggota tim terutama kesulitan untuk menelisik metode yang digunakan dalam restorasi Prambanan sebelum Perang Dunia II, khususnya arsip terkait hancur ketika Perang Dunia II.
"Kami sulit mengetahui kondisi bagian dalam dinding candi karena tebalnya mencapai dua meter," ujarnya. (INE)
(Sumber: Kompas, Sabtu, 12 Mei 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar