Views
Jakarta, Kompas - Posisi Borobudur sebagai salah satu warisan budaya dunia atau world culture heritages yang ditetapkan oleh UNESCO (Organisasi PBB untuk bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan) tidak tergoyahkan.
"Sekali ditetapkan, maka status itu terus berlaku. Adapun pemungutan suara yang diadakan sebuah yayasan berbasis di Swiss terkait pemilihan tujuh keajaiban dunia versi baru tidak ada kaitannya dengan UNESCO," kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman akhir pekan lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini tengah berlangsung semacam kompetisi global untuk memilih tujuh keajaiban dunia versi baru yang melibatkan sekitar 20 juta orang di dunia. Mekanismenya dengan memasukkan pilihan mereka lewat internet dan telepon. Kampanye bertajuk "New 7 Wonders of the World" itu dimulai sejak tahun 1999 oleh seorang petualang asal Swiss, Bernard Weber, dengan sekitar 200 nomine yang masuk dari seluruh dunia. Ratusan nomine itu lalu diperas menjadi 21 finalis, di mana Borobudur tidak termasuk sebagai finalis.
Menurut Arief Rachman, setelah Borobudur ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO, status itu tidak akan dicoret. "Bahkan, kalaupun Borobudur sampai runtuh dan hanya tersisa sebuah batu pun, candi itu tetap dianggap sebagai warisan dunia," ujarnya.
Dengan masuk daftar sebagai warisan budaya dunia, masyarakat internasional ikut membantu pelestarian candi tersebut. Terdapat pula bantuan biaya perawatan rutin.
Penetapan sebagai warisan dunia juga dengan kriteria tertentu, antara lain terkait isi, makna, proses, dampak, dan segi keindahan situs yang akan dijadikan warisan dunia tersebut.
Bagi masyarakat intelektual, Borobudur sudah tidak asing lagi. Terlebih lagi bagi masyarakat di negara dengan kemiripan jejak peradaban atau mereka yang secara spiritual memiliki kedekatan dengan candi tersebut.
Untuk itu, Arief Rachman mengingatkan agar promosi terhadap Borobudur terus ditingkatkan agar semakin dikenal di dunia internasional. Demikian pula dengan pengelolaan dan pelestariannya. Terlebih lagi dengan adanya otonomi daerah.
"Kepentingan ekonomi dari candi tersebut tidak boleh melanggar kepentingan pelestariannya. Selama ini penjagaan terhadap Borobudur masih sangat serius," ujarnya.
Tidak jelas
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik menilai bahwa voting tersebut diselenggarakan secara bebas dan kriteria pemilihan tujuh keajaiban dunia versi baru itu pun tidak jelas.
"Belum tentu karena tidak terpilih dalam voting itu lantas Borobudur kurang populer. Kesan masyarakat dunia terhadap bangunan-bangunan yang bersejarah atau monumental juga tentu berbeda atau bergantung selera. Padahal, yang memasukkan calon-calon keajaiban dunia itu masyarakat langsung. Saya khawatir masyarakat Indonesia terkecoh dengan voting itu," katanya.
Popularitas Borobudur sendiri diyakini tetap tinggi dan jangan sampai Borobudur turun tingkatnya hanya karena voting yang berbasis responden tersebut. Apalagi kalau sampai kebanggaan masyarakat Indonesia terhadap Borobudur menguap, lebih-lebih bila sampai memengaruhi minat berkunjung ke Borobudur.
Bagi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sendiri, kata Jero Wacik, Borobudur bersama Prambanan masih termasuk dalam peringkat pertama dalam kegiatan promosi pariwisata. (INE)
(Sumber: Kompas, Senin, 27 November 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar