Views
JAKARTA, KOMPAS - Walaupun Malaysia telah mematenkan batik, keberadaan batik Indonesia tetap tak terhalangi masuk nominasi daftar representatif warisan budaya tak benda UNESCO (Representative List of Intangible Cultural Heritage- UNESCO).
Sebagai bagian dari proses nominasi tersebut, telah dilakukan kegiatan sosialisasi dan promosi baik di dalam maupun luar negeri.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengabarkan hal itu kepada pers, Kamis (11/6) di Jakarta. ”Rangkaian proses nominasi batik Indonesia telah dipersiapkan matang dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan telah disampaikan pada September 2008. Seluruh berkas dinyatakan lengkap oleh Sekretariat UNESCO pada 9 Januari 2009,” katanya.
Jero Wacik menjelaskan, ada enam negara anggota subsidiary body yang menilai usulan nominasi karya budaya dunia yang diajukan kepada UNESCO, yaitu Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Kenya, Turki, Meksiko, dan Estonia. Sidang tertutup digelar pada 11-15 Mei lalu di Paris, Perancis. Draf keputusan dari hasil sidang ini akan dibahas pada sidang ke-4 Intergovernmental Committee (IGC)-UNESCO di Abu Dhabi, 28 September-2 Oktober 2009. Sidang ini akan mengukuhkan nominasi yang disetujui UNESCO.
Pakar dan pemerhati budaya, sekaligus narasumber/konsultan proses nominasi batik Indonesia ke UNESCO, Gaura Mancacaritadipura, menambahkan, berkas nominasi telah dilengkapi dengan dokumentasi tertulis, foto, dan video oleh tim peneliti yang diketuai Imam Sucipto Umar dari Yayasan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. ”Sepanjang tahun 2008 telah dilakukan penelitian besar-besaran, di antaranya dengan komunitas dan ahli batik di 19 provinsi di Indonesia,” ungkapnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Rachmat Gobel akhir pekan lalu di Bantul, Yogyakarta, mengatakan, warisan budaya memang harus menjadi perhatian pemerintah. Untuk itu, Kadin Indonesia akan merintis perhatian itu karena Malaysia diam-diam bisa mengambil semua karya kreatif di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, dengan kekuatan slogan ”Truly Asia”. Kadin Indonesia kini menjajaki pembuatan roadmap industri berbasis warisan budaya.
Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Tjetjep Suparman mengatakan, sebagai bagian dari nominasi tersebut, pada 22 Agustus 2008 dibentuk Forum Komunitas Batik yang berperan untuk memfasilitasi komunikasi dan kerja sama di antara spektrum komunitas batik yang luas, baik pemerintah maupun dari swasta.
”Ini dalam rangka melindungi, menghidupkan, dan mengembangkan lagi budaya batik untuk masa kini dan mendatang secara berkesinambungan,” paparnya.
Melihat efek baik yang diperoleh pascapengakuan UNESCO pada dua mata budaya Indonesia, seperti wayang (2003) dan keris (2005), maka Menko Kesra Aburizal Bakrie bersama Menbudpar Jero Wacik menominasikan mata budaya Indonesia yang lain, yakni batik.
Dia mengatakan, secara empiris dan faktual, batik telah terbukti menjadi salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang adiluhung.
Ketua Institut Museum Batik Mohammad Basyir Ahmad mengatakan, Museum Batik di Pekalongan, Jawa Tengah, selama tiga tahun terakhir aktif memperkenalkan modul pendidikan dan pelatihan batik dalam kurikulum tingkat taman kanak-kanak hingga politeknik. Program pelatihan serupa telah dimulai di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta.
”Kegiatan ini telah menarik perhatian UNESCO dan program pendidikan serta pelatihan itu dinominasikan sebagai Best Practices, sebagai daftar lain di bawah Konvensi UNESCO 2003,” ujar Basyir. (NAL/OSA)
(Kompas, Jumat, 12 Juni 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar