Views
Naskah Kuno Mulai Digitalisasi
SOLO - Hilangnya sejumlah naskah kuno dan buruknya inventarisasi koleksi di museum tidak terlepas dari terbatasnya dana dan sumber daya manusia. Hal ini dialami sejumlah museum di Tanah Air, termasuk Museum Radya Pustaka Solo.
Di Museum Radya Pustaka, misalnya, hingga kini hanya ada empat anggota staf yang bertugas, yakni petugas tiket, administrasi, perpustakaan, dan pemandu wisata. Keempatnya bersama tiga orang Komite Museum Radya Pustaka mengelola museum. Ini ditambah satu juru pelihara museum.
"Untuk perawatan dan operasional, seperti listrik, kebutuhan dananya banyak sekali, sementara kami hanya mendapat bantuan Rp 100 juta setahun. Untuk honor karyawan dan operasional saja tidak cukup," kata Ketua Komite Museum Radya Pustaka Winarso Kalingga, Senin (25/5).
Petugas perpustakaan, Kurnia Heniwati, berharap museum mendapat pendampingan tenaga ahli untuk pengelolaan museum dan perawatan koleksi-koleksinya. Saat ia masuk tahun 2007, kondisi koleksi pustaka semrawut. "Buku-buku banyak yang hampir hancur. Letaknya bercampur karena pengunjung bisa mengambil sendiri buku yang ingin dibaca," katanya.
Kurnia bersama anggota staf lainnya kemudian membersihkan dan memperbaiki buku-buku yang ada, termasuk menemukan keberadaan buku-buku di gudang yang belum masuk katalog, di antaranya buku berbahasa Belanda 300 buah, berbahasa Indonesia 400, dan berbahasa Jawa carik 200 buah.
Anggota staf museum Radya Pustaka, Soemarni Wijayanti, mengatakan, pihaknya harus pintar-pintar membagi waktu untuk mengurus koleksi pustaka. "Untuk mencari naskah dan buku kuno yang diduga hilang, kami harus menyempatkan waktu di tengah tugas utama melayani pengunjung museum dan perpustakaan," katanya.
Wali Kota Solo Joko Widodo secara terpisah mengatakan, pihaknya akan menambah bantuan dana untuk museum dalam perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Solo. Ia juga meminta agar museum segera mencari keberadaan buku dan naskah kuno yang diduga hilang. Jika memang dipastikan hilang, Komite Museum diminta segera melapor ke polisi.
Untuk tahun anggaran 2009, Pemkot Solo memberi bantuan Rp 100 juta. Museum Radya Pustaka berumur 119 tahun, didirikan 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Raden Arjo (KRA) Sosrodiningrat IV yang saat itu menjabat patih Paku Buwono IX.
Lakukan Digitalisasi
Secara terpisah, pendiri Yayasan Sastra Surakarta, John Paterson, dan Direktur Yayasan Sastra Surakarta Supardjo mengatakan, menyadari naskah kuno sangat penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Yayasan Sastra Surakarta, Jawa Tengah, kini mereka melakukan digitalisasi terhadap naskah peninggalan masa lalu. Paterson mengatakan, hingga kini, sekitar 15 juta kata telah didigitalisasi dan sedang dalam proses mengunggah pada situs web www.sastra.org.
Sebagian besar karya yang akan dimuat dalam situs web, yang rencananya akan online kembali mulai Agustus 2009, adalah karya sastra terkenal yang ditulis atau diterbitkan pada awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Karya dimulai dari bentuk tembang (puisi), gencaran (prosa) baik prosa yang ditulis tangan, cetakan, maupun ketikan.
"Dengan digitalisasi, naskah asli menjadi lebih aman," kata Direktur Yayasan Sastra Surakarta.
Direktur Museum Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Intan Mardiana Napitupulu mengatakan, buku kuno yang dinyatakan hilang belum bisa dikatakan hilang karena harus dibuktikan dulu dengan catatan yang ada. (EKI/SON/NAL)***
(Kompas, Selasa, 26 Mei 2009)
SOLO - Hilangnya sejumlah naskah kuno dan buruknya inventarisasi koleksi di museum tidak terlepas dari terbatasnya dana dan sumber daya manusia. Hal ini dialami sejumlah museum di Tanah Air, termasuk Museum Radya Pustaka Solo.
Di Museum Radya Pustaka, misalnya, hingga kini hanya ada empat anggota staf yang bertugas, yakni petugas tiket, administrasi, perpustakaan, dan pemandu wisata. Keempatnya bersama tiga orang Komite Museum Radya Pustaka mengelola museum. Ini ditambah satu juru pelihara museum.
"Untuk perawatan dan operasional, seperti listrik, kebutuhan dananya banyak sekali, sementara kami hanya mendapat bantuan Rp 100 juta setahun. Untuk honor karyawan dan operasional saja tidak cukup," kata Ketua Komite Museum Radya Pustaka Winarso Kalingga, Senin (25/5).
Petugas perpustakaan, Kurnia Heniwati, berharap museum mendapat pendampingan tenaga ahli untuk pengelolaan museum dan perawatan koleksi-koleksinya. Saat ia masuk tahun 2007, kondisi koleksi pustaka semrawut. "Buku-buku banyak yang hampir hancur. Letaknya bercampur karena pengunjung bisa mengambil sendiri buku yang ingin dibaca," katanya.
Kurnia bersama anggota staf lainnya kemudian membersihkan dan memperbaiki buku-buku yang ada, termasuk menemukan keberadaan buku-buku di gudang yang belum masuk katalog, di antaranya buku berbahasa Belanda 300 buah, berbahasa Indonesia 400, dan berbahasa Jawa carik 200 buah.
Anggota staf museum Radya Pustaka, Soemarni Wijayanti, mengatakan, pihaknya harus pintar-pintar membagi waktu untuk mengurus koleksi pustaka. "Untuk mencari naskah dan buku kuno yang diduga hilang, kami harus menyempatkan waktu di tengah tugas utama melayani pengunjung museum dan perpustakaan," katanya.
Wali Kota Solo Joko Widodo secara terpisah mengatakan, pihaknya akan menambah bantuan dana untuk museum dalam perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Solo. Ia juga meminta agar museum segera mencari keberadaan buku dan naskah kuno yang diduga hilang. Jika memang dipastikan hilang, Komite Museum diminta segera melapor ke polisi.
Untuk tahun anggaran 2009, Pemkot Solo memberi bantuan Rp 100 juta. Museum Radya Pustaka berumur 119 tahun, didirikan 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Raden Arjo (KRA) Sosrodiningrat IV yang saat itu menjabat patih Paku Buwono IX.
Lakukan Digitalisasi
Secara terpisah, pendiri Yayasan Sastra Surakarta, John Paterson, dan Direktur Yayasan Sastra Surakarta Supardjo mengatakan, menyadari naskah kuno sangat penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Yayasan Sastra Surakarta, Jawa Tengah, kini mereka melakukan digitalisasi terhadap naskah peninggalan masa lalu. Paterson mengatakan, hingga kini, sekitar 15 juta kata telah didigitalisasi dan sedang dalam proses mengunggah pada situs web www.sastra.org.
Sebagian besar karya yang akan dimuat dalam situs web, yang rencananya akan online kembali mulai Agustus 2009, adalah karya sastra terkenal yang ditulis atau diterbitkan pada awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Karya dimulai dari bentuk tembang (puisi), gencaran (prosa) baik prosa yang ditulis tangan, cetakan, maupun ketikan.
"Dengan digitalisasi, naskah asli menjadi lebih aman," kata Direktur Yayasan Sastra Surakarta.
Direktur Museum Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Intan Mardiana Napitupulu mengatakan, buku kuno yang dinyatakan hilang belum bisa dikatakan hilang karena harus dibuktikan dulu dengan catatan yang ada. (EKI/SON/NAL)***
(Kompas, Selasa, 26 Mei 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar