Views
Purbalingga, Kompas – Candi Borobudur merupakan contoh ”salah urus” warisan budaya, baik dalam pengelolaan pelestariannya maupun pemanfaatannya sebagai obyek wisata. Itulah yang menyebabkan munculnya konflik antara masyarakat sekitar dan pengelola Candi Borobudur.
Menurut ahli arkeologi publik, Bambang Sulistyanto dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, pengelolaan Candi Borobudur masih menerapkan pandangan konservatif yang menerapkan warisan budaya sebagai sesuatu yang eksklusif dan hanya pemerintah yang berhak mengelola.
Sementara saat ini dalam arkeologi global, lanjutnya, telah berkembang luas paradigma baru bahwa pengelolaan warisan budaya harus mengedepankan peran serta masyarakat.
”Dalam pandangan saya sebagai arkeologi publik pun, warisan budaya memiliki kedudukan yang sama dengan sumber daya lain yang ada di masyarakat. Karena itu, warisan budaya tidak lagi ditempatkan sebagai sesuatu yang eksklusif dan bukan pula milik arkeolog maupun antropolog,” ujar Bambang di sela-sela Lokakarya Menggali Potensi Geologi dan Arkeologi Purbalingga untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Selasa (11/8).
Oleh karena itu, dia mengatakan, sudah saatnya bagi pemerintah untuk segera mengubah pandangannya terkait dengan pelestarian warisan budaya yang selama ini kurang memberdayakan masyarakat setempat. Hal itu pula yang sebaiknya segera dilaksanakan untuk menyelesaikan konflik masyarakat dengan pengelola Candi Borobudur.
Peneliti utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Prof Harry Truman Simanjuntak, pun mengatakan, pemerintah bukanlah segalanya dalam menjaga kelestarian warisan budaya. Sebaliknya, kunci kelestarian warisan budaya berada di masyarakat pendukungnya itu sendiri.
Untuk itu, pemerintah tidak perlu memberikan penyuluhan terus-menerus. Cukup memberikan contoh nyata, yakni membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melestarikan warisan budaya yang ada di daerahnya. ”Masyarakat pasti mengerti kalau diberikan pemahaman. Dalam hal ini tentu tetap ada ekses-ekses lain, tapi setidaknya dapat dieliminasi dengan pemberian pemahaman yang baik,” ujar Truman. (MDN)
(Kompas, Rabu, 12 Agustus 2009)











Tidak ada komentar:
Posting Komentar