Views
BANTUL, KOMPAS - Tim ekskavasi gabungan Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala menggali fondasi atau batur bangunan kuno yang terbuat dari batu bata dengan hiasan batu putih berukir bunga dan ornamen. Temuan itu diduga kuat merupakan bagian dari situs Keraton Pleret peninggalan Kerajaan Mataram Islam.
Fondasi dengan panjang 5 meter, tinggi 1 meter, dan lebar 50 sentimeter itu ditemukan dalam ekskavasi yang berlangsung pekan lalu di depan Masjid Al-Mukaromah, Dusun Sarean, Wonokromo, Pleret, Bantul, DI Yogyakarta.
Koordinator Lapangan Ekskavasi Rully Andriadi, Selasa (11/8), mengatakan, bangunan hampir bisa dipastikan peninggalan dari pemerintahan Kerajaan Mataram Islam yang berpusat di sekitar daerah itu pada abad XVI-XVII. ”Lokasinya sekitar 4 kilometer dari Situs Kedaton Pleret,” katanya.
Menurut Rully, penemuan itu penting karena menunjukkan cakupan Kompleks Situs Pleret bisa lebih luas dari yang sudah diketahui selama ini. Namun, belum bisa dipastikan bentuk, fungsi, ataupun waktu pembangunan karena data yang dihimpun tim ekskavasi masih sangat minim.
Cerita masyarakat menyebutkan, bangunan tersebut merupakan masjid kuno yang dibangun oleh Ki Ageng Gribig sebelum pindah ke Jatinom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ki Ageng Gribig adalah salah satu pemuka agama pada masa pemerintahan Sultan Agung sekitar tahun 1613.
Warga asli Dusun Sarean, Tugiyem (70), menuturkan, dahulu banyak bagian bangunan di permukaan tanah, antara lain batu putih besar berukir dan sumur batu kuno berbentuk persegi. Namun, sejak 2006, sisa batu berukir tidak ada lagi karena diambil pendatang ataupun tertimbun reruntuhan saat gempa bumi,sedangkan sumur ditimbun.
Sementara itu, sisi timur Gunung Slamet, tepatnya di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, sejak tahun 1980-an diidentifikasi menyimpan banyak peninggalan budaya megalitikum. Namun, warisan budaya itu belum dikonservasi optimal.
Hal itu mengemuka dalam Lokakarya Menggali Potensi Geologi dan Arkeologi Purbalingga untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Purbalingga, Selasa. Hadir sebagai pembicara antara lain arkeolog Prof Harry Truman Simanjuntak dan Bambang Sulistyanto, peneliti utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (IRE/MDN)
(Kompas, Rabu, 12 Agustus 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar