Pengumuman

Bila tulisan yang Anda cari tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Jumat, 12 Maret 2010

Menyusur Jejak Pasukan Napoleon di Matraman

Views


Saluran air sedalam 3 meter dengan lebar 4 meter membentang di belakang Jalan Matraman di sepanjang Jalan Palmeriam 2, Jakarta Pusat, menjadi saksi bisu pertempuran berdarah Pasukan Inggris-India melawan pasukan Napoleon yang berintikan serdadu Perancis-Belanda dan Jawa. Tepatnya 26 Agustus 1811, hampir 200 tahun silam, terjadi pertempuran Mester Cornelis antara pasukan dua kekuatan adidaya dunia waktu itu: Inggris dan Perancis.

Saluran alir di sisi barat Jalan Palmeriam 2 yang mengular ke arah selatan di dekat Jalan Kemuning dekat Stasiun Jatinegara dan Jatinegara Timur 3 merupakan batas timur perbentengan Mester Cornelis yang menjadi pusat pertahanan Pasukan Napoleon di Batavia.

Penulis novel intelijen Keping Rahasia Terakhir, Kolonel (Purn) Jean Rocher, yang sedang menyiapkan buku sejarah Perang Napoleon di Jawa, mengatakan, bagian barat benteng dibatasi Sungai Ciliwung dari belakang Jalan Otista 1A hingga di ujung Jalan Slamet Riyadi 4. ”Tembok utara benteng adalah wilayah di sepanjang Jalan Kestarian 9 dan Jalan Palmeriam,” kata Rocher yang bersama Kompas, medio Desember 2009, menyusuri bekas lokasi pertempuran itu.

Rocher mengumpulkan pelbagai arsip dan catatan dari pihak yang berperang, yakni catatan versi Perancis yang dibukukan dalam L’ile de Java Sous la Domination Francaise karya Octave JA Collet yang diterbitkan di Brussel, Belgia, tahun 1910 dan versi Inggris dari sejumlah sumber, termasuk catatan Major William Thorn, perwira Inggris yang menulis memoar pertempuran Mester Cornelis dalam Conquest of Java yang diterbitkan di London tahun 1815.

Batavia dan Pulau Jawa tersulut perang yang dimulai sejak akhir 1700-an dengan berkecamuknya Perang Kontinental di Eropa antara Grande Armee di bawah pimpinan Napoleon dan negara-negara besar Inggris, Prusia, serta Rusia. Perang itu akhirnya berkembang menjadi perang dunia pada abad ke-19 yang melibatkan bangsa-bangsa di Amerika Latin, Afrika, dan Asia yang menjadi koloni-koloni negara yang berperang.

Sejarah mencatat, sejumlah pertempuran besar terjadi, seperti di Austerlitz, Waterloo, pertempuran laut Trafalgar di Spanyol, dan pertempuran laut di Delta Sungai Nil (Abu Keyr) di Mesir. Pertempuran terbesar yang terjadi di Asia berlaku di Batavia, Jawa, antara 20.000 pasukan Inggris dan 12.000 serdadu gabungan Perancis, Belanda, dan Jawa. Namun, ujar Rocher, fakta itu terlupakan di Indonesia dan juga di Eropa.

”Bahkan di Perancis tidak banyak yang mengetahui Pasukan Napoleon pernah menguasai Jawa dan berperang di Batavia,” ujar Rocher.

Napoleon waktu itu—awal dekade 1800—nyaris menguasai Eropa, saudaranya, Joseph Bonaparte, dijadikan Raja Spanyol yang menimbulkan perlawanan orang Spanyol yang melahirkan konsep perang baru: gerilya.

Napoleon juga menjadikan seorang kerabatnya menjadi penguasa Belanda yang diduduki. Louis Bonaparte atau dikenal sebagai Lodewijk Bonaparte secara resmi menjadikan Belanda sebagai bagian Perancis pada 1811 menjelang Inggris menyerbu Pulau Jawa.


Terakhir di Ungaran


Perwira kepercayaan Napoleon Bonaparte, Herman Willem Daendels, menyiapkan perkubuan dan Jalan Raya Pos dari Anjer-Panaroekan untuk mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris yang berpusat di Madras, India. Selanjutnya, Daendels digantikan Jansens. Komandan tempur dijabat oleh Jenderal Jean Marie Jumel yang dibantu sekitar 150 perwira dan prajurit Perancis.

Pertempuran tidak seimbang terjadi, operasi amfibi Inggris di Tjilintjing pada 4 Agustus 1811 berlangsung mulus. Terjadi pertempuran di Ancol dan berlanjut di sekitar Jalan Pangeran Jayakarta pada 5 Agustus dan pertempuran di Weltevreden (sekitar Gambir-Pejambon) pada 9-10 Agustus.

Pasukan Inggris terus maju, Pasukan Napoleon mundur ke benteng Mester Cornelis untuk bertahan dan membombardir posisi Inggris yang terhenti hingga 26 Agustus 1811. Malam tanggal 26, satu unit pasukan Inggris berhasil menerobos garis pertahanan Perancis di dekat Jalan Kayu Manis 10, lalu menyerbu perkubuan Perancis nomor dua, tiga, dan empat.

Setelah garis pertahanan jebol, beberapa perwira Perancis memilih menghancurkan poudriere (gudang amunisi) di dekat Kompleks TNI AD Urip Sumohardjo. Ledakan dahsyat dan orang yang tewas membuat pasukan Inggris hanya menemukan kesunyian di sana. Itulah sebabnya tempat itu disebut Gang Solitude (kesunyian).

”Sisa pasukan lari ke Buitenzorg dan ke Semarang. Pertempuran terakhir terjadi di Ungaran,” kata Rocher. (Iwan Santosa)

(Kompas, Minggu, 3 Januari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA ANDA :
EMAIL ANDA :
PERIHAL :
PESAN :
MASUKKAN KODE BERIKUT :