Pengumuman

Bila tulisan yang Anda cari tidak ada di blog ini, silakan kunjungi hurahura.wordpress.com

Rabu, 18 Maret 2009

Mengumpulkan Cangkang, Membantu Penelitian

Views


Oleh: Lusiana Indriasari

Barangkali kita senang mengumpulkan cangkang binatang laut dari pantai yang kita kunjungi, lalu membawa pulang untuk dipajang di rumah, disimpan, atau ditukar dengan cangkang milik teman untuk melengkapi koleksi.

Namun, tahukah Anda nama hewan yang cangkang-cangkangnya Anda kumpulkan? ”Kami biasanya hanya mengumpulkan cangkang tanpa pernah tahu nama jenis pemilik cangkang itu,” kata George Hadiparjitno (55), Ketua Solaris Shells Club Indonesia.

Solaris Shells Club Indonesia merupakan perkumpulan penggemar dan pencinta moluska Indonesia. Moluska adalah hewan lunak, seperti siput atau kerang. Untuk melindungi tubuhnya, hewan lunak ini memiliki cangkang (shells) yang terbuat dari zat kapur.

Keindahan dan keragaman bentuk ataupun warna cangkang moluska membuat sebagian orang tertarik mengoleksi cangkangnya. Bagi anggota Solaris Shells Club Indonesia, cangkang yang mereka temukan bukan sekadar untuk koleksi, melainkan juga menjadi bahan rujukan pendataan nama-nama jenis moluska pemilik cangkang.

”Setiap cangkang yang ditemukan, kami catat lokasi penemuan dan nama spesiesnya,” kata George. Untuk mendapatkan nama jenis moluska itu, mereka mencocokkan bentuk cangkang yang ditemukan dengan berbagai referensi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Sekarang sudah ada 2.000 lebih spesies moluska yang tercatat pernah ditemukan di Indonesia.


Buku moluska

Solaris Shells Club Indonesia didirikan tahun 1995 oleh para pencinta moluska, di antaranya Bunjamin Dharma dan George. Keduanya dianggap sebagai guru oleh anggota Solaris karena mereka memiliki pengetahuan luas tentang moluska. Sejak tahun 1981, ketika masih kuliah di Jurusan Teknik Sipil di Jakarta, Bunjamin sudah mulai mengumpulkan cangkang.

Bunjamin juga mencari tahu nama-nama hewan yang cangkangnya dia temukan. Dari kecintaannya itu, Bunjamin sudah menulis tiga buku tentang cangkang moluska yang ditemukan di Indonesia. Buku pertama diterbitkan tahun 1988, buku kedua terbit tahun 1992, dan buku ketiga terbit tahun 2005. Buku itu berisi daftar nama moluska yang pernah ditemukan di Indonesia.

Dari buku itu, George berkenalan dengan Bunjamin. Lalu bersama dua pencinta moluska lain, Stephen Tan dan Widodo Latif, mereka mendirikan Solaris. Nama Solaris diambil dari Xenophora solaris, jenis moluska yang bentuk cangkangnya seperti matahari. Bentuk cangkang solaris menjadi lambang perkumpulan Solaris Shells Club Indonesia.

Dari empat orang, anggota Solaris semakin banyak. Mereka yang menjadi anggota Solaris datang dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, karyawan kantoran, pengusaha, hingga peneliti dan kurator museum zoologi. Sampai sekarang, tercatat sektiar 100 anggota Solaris.

Tahun 2002, kegiatan Solaris Shells Club Indonesia mulai surut. Ketika itu, satu per satu anggota tidak aktif datang ke pertemuan rutin yang diadakan tiga bulan sekali. Tahun 2005-2006 Solaris ”mati suri” dan mulai diaktifkan lagi tahun 2007. ”Mungkin banyak yang sibuk dan bosan,” kata George yang mengoleksi cangkang sejak tahun 1991.

Pertemuan anggota setiap tiga bulan sekali diteruskan hingga sekarang. Selain menjadi ajang bertukar informasi tentang moluska, mereka juga merencanakan berbagai perjalanan untuk menambah koleksi cangkang sekaligus liburan.

Tempat tujuan yang dikunjungi tak jauh-jauh dari pantai dan laut. Sesekali mereka juga pergi ke gunung untuk mencari cangkang siput gunung. ”Kami punya peraturan untuk tidak mengambil cangkang moluska hidup dari jenis langka,” tutur Bunjamin.


Bekali pengetahuan

Cangkang yang dikumpulkan anggota Solaris kebanyakan berasal dari moluska mati meski ada beberapa cangkang diperoleh dari moluska hidup.

Karena tidak mungkin mengontrol kegiatan anggotanya satu per satu, Solaris Shells Club Indonesia memberi bekal pengetahuan tentang cara pengambilan cangkang yang ramah lingkungan, seperti tidak boleh merusak terumbu karang serta menggunakan racun sianida dan pestisida. Anggota juga diimbau tidak berburu cangkang di kawasan cagar alam dan hutan lindung.

Untuk menambah pengetahuan anggota, Solaris mengadakan kerja sama dengan ahli moluska dari berbagai negara, seperti Inggris, Belanda, dan Swedia. Solaris juga menggalang hubungan dengan lembaga oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Setiap bulan, Solaris juga menerbitkan buletin untuk anggotanya. Buletin ini berisi segala kegiatan Solaris, juga memuat informasi moluska.

Banyaknya orang luar negeri tertarik dengan kekayaan moluska Indonesia membuat kegiatan pendataan yang dilakukan Solaris dihadapkan pada dilema. Menurut Bunjamin, apabila kekayaan moluska Indonesia diungkap, banyak orang luar negeri akan datang ke Indonesia dan berburu moluska.

”Bila pendataan tidak dilakukan, kita tidak akan tahu keragaman hayati moluska yang ada di Tanah Air,” kata Bunjamin tetang pendataan yang diharapkan bisa membantu penelitian moluska di Indonesia itu.

(Sumber: Kompas, Minggu, 11 Mei 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU-BUKU JURNALISTIK


Kontak Saya

NAMA ANDA :
EMAIL ANDA :
PERIHAL :
PESAN :
MASUKKAN KODE BERIKUT :