Views
JAKARTA, SABTU — Sebuah museum khusus tentang Ciliwung perlu segera dibangun. Hal ini karena Ciliwung merupakan sungai yang sangat penting dan bersejarah, yang melintasi ibu kota Jakarta.
Arkeolog senior dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Hasan Djafar, Jumat (23/1), menggambarkan, di dalam museum itu akan ada penjelasan, misalnya, soal proses terbentuknya Ciliwung dalam masa pembentukan dataran rendah Jakarta, yang disebut dataran kipas aluvial, jutaan tahun lalu. Di sana juga akan dijelaskan mulai soal kebudayaan manusia prasejarah yang menjadi penghuni pertama Ciliwung sampai masalah-masalah kekinian, termasuk masalah kependudukan, sampah, dan pencemaran.
”Pokoknya museum ini adalah museum tentang Ciliwung sepanjang masa, mulai dari zaman prasejarah sampai masa kini,” kata Hasan.
Selain akan berperan sebagai pusat informasi dan sarana pendidikan, menurut Hasan, museum ini juga penting sebagai cermin sikap dan perilaku kita pada Ciliwung. ”Museum ini bisa jadi tempat becermin agar kita tak melakukan kesalahan sama terhadap Ciliwung, seperti yang dilakukan di masa lalu,” ujarnya.
Museum situs
Hasan mengusulkan, museum dibangun di situs prasejarah Pejaten, yang kini berada di lingkungan perumahan Kalibata Indah, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Museum situs semacam ini sudah ada di beberapa situs arkeologi lain, seperti Banten, Batujaya di Karawang, dan di Sangiran, Jawa Timur.
”Kondisi situs itu relatif baik karena masih berupa lahan terbuka. Situs-situs arkeologi lain umumnya sudah rusak karena tertutup jalan dan bangunan,” kata Hasan. Di sepanjang aliran Ciliwung, mulai dari Depok sampai Kebon Sirih, Jakarta Pusat, terdapat tak kurang dari 19 situs prasejarah.
Situs Pejaten penting karena merupakan satu-satunya situs tempat ditemukan sisa-sisa bengkel pembuatan barang perunggu dari zaman prasejarah. Temuan-temuan hasil ekskavasi arkeologi di sana juga merupakan satu-satunya yang usianya telah dipastikan lewat analisis C14 atau karbon (carbon dating).
”Dari hasil analisis karbon di Australia, bisa dipastikan artefak-artefak prasejarah itu berasal dari tahun 1000 SM hingga 500 Masehi,” ungkapnya.
Situs Pejaten sangat ideal sebagai lokasi museum Ciliwung, apalagi lahan seluas 7.000 meter persegi itu, menurut Slamet (40), penjaganya, milik keluarga Bakrie yang dikenal punya kepedulian terhadap berbagai masalah kebudayaan.
”Kalau saja Pak Aburizal Bakrie berkenan mengizinkan lahan itu dipakai untuk membangun museum, hal itu akan sangat baik,” kata Hasan lagi. (ong/muk)
(Kompas, Sabtu, 24 Januari 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar