Views
Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Tangerang, Banten, menyatakan akan segera mendata dan melakukan verifikasi bangunan tua yang termasuk cagar budaya di wilayah masing-masing. Mereka melakukan langkah itu karena memiliki komitmen untuk melestarikan bangunan bersejarah.
Tindakan tersebut berkait dengan banyaknya bangunan bersejarah berarsitektur Tionghoa dan Eropa yang berusia lebih dari satu abad di Jakarta dan Tangerang rusak. Kerusakan terjadi karena ditelantarkan atau beralih fungsi dijadikan bangunan baru, baik untuk tempat tinggal maupun kepentingan bisnis seperti toko.
Beberapa elemen masyarakat mendesak pemerintah turun tangan mengatasi keadaan itu sebab jika terjadi pembiaran, sebagian jejak sejarah masyarakat akan musnah.
Beberapa bangunan bersejarah yang rusak, telantar, dan beralih fungsi adalah Gedung Candranaya atau Sin Ming Hui di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, dan rumah tuan tanah atau landhuis Kapiten Oei Djie San di Jalan Imam Bonjol, Karawaci, Tangerang (Kompas 28/1).
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budiman yang dihubungi Rabu (28/1) mengatakan, seluruh stakeholder harus bertemu demi menyelesaikan persoalan konservasi bangunan-bangunan cagar budaya.
”Ini persoalan penting yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan. Ada pertentangan antara kesejarahan dan kekinian. Ada kepentingan ekonomi seperti dalam kasus Gedung Candranaya yang diimpit kompleks apartemen,” kata Arie.
Menurut Arie, preservasi bangunan tua sangat penting, tetapi harus diberikan insentif bagi pemilik bangunan tua.
Sebagai langkah awal dalam kondisi mendesak, Arie mengaku segera memerintahkan inventarisasi dan mengecek kondisi bangunan cagar budaya berarsitektur Tionghoa yang tersisa.
Arie menegaskan, pihaknya tetap pada komitmen pelestarian bangunan tua dan bersejarah. Namun, di sisi lain, ada keterbatasan anggaran APBD DKI Jakarta. Untuk itu, sangat penting keterlibatan pihak swasta dalam upaya pelestarian.
”Kita harus mencari solusi bersama dalam hal ini supaya kepentingan ekonomi dan konservasi bisa sejalan,” ujar Arie.
Harus Diselamatkan
Kepala Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang Ahsan Annahar secara terpisah menyatakan, Pemkot akan mendata dan menelusuri semua bangunan bersejarah di wilayahnya.
Pemkot juga akan meminta data lokasi, usia bangunan, dan data lain beserta surat keputusan yang menyatakan bangunan tersebut termasuk cagar budaya yang harus dilindungi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang.
”Prinsipnya, apabila benar bangunan seperti rumah Kapiten Oei Djie San termasuk cagar budaya, tentu harus diselamatkan,” kata Assan.
Masih dari Tangerang, pemerhati bangunan tua, Hendra Lukito, menjelaskan, kerusakan rumah Kapiten Oei Djie San makin parah. ”Kalau tak segera dihentikan, rumah tersebut akan hancur sama sekali,” kata Hendra.
Ia menambahkan, sejumlah kuburan Tionghoa bersejarah di Tangerang juga hancur. Salah satu yang musnah adalah kuburan keluarga Oei Giok Kun.
Oei Giok Kun, lanjut Hendra, adalah keponakan Oei Tambah Sia. Oei Tambah Sia adalah salah satu orang terkaya di Batavia abad ke-19. Ia hartawan yang akhirnya dihukum gantung di halaman Balaikota (Stadhuis) yang kini jadi Museum Fatahillah.
Rika, juru bicara Kelenteng Boen San Bio di Tangerang, mengatakan, demi memperingati sejarah Tionghoa Peranakan di Tangerang, akan diadakan pameran tanggal 24-26 Februari 2009. ”Rumah bersejarah seperti rumah Oei Djie San dan kuburan Oei Giok Kun akan ditampilkan dalam pameran itu. Kami berharap ada kepedulian dari masyarakat dan pemerintah,” kata Rika. (ONG/TRI)
(Kompas, Kamis, 29 Januari 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar