Views
Oleh Sari Bahagiarti Kusumayudha
Saat ini Merapi sedang giat, setelah lebih dari lima tahun lelap. Kita pun gelisah, khawatir ia meletus dan menimbulkan prahara. Gunung yang satu ini memang atraktif karena tidak pernah tidur nyenyak.
aktu istirahat biasanya 3-5 tahun, lalu giat lagi. Bahkan, kadang-kadang hanya dua tahun saja seperti terjadi pada tahun 1994-1998, atau 1980-1984. Sifat letusannya spesifik, disebut tipe Merapi.
Dulu, 1.000 tahun yang lalu (1006 Masehi), Merapi dikabarkan pernah meledak dahsyat, oleh Van Bemmelen (1949). Akibat dari letusan ini, sebagian puncak runtuh, melorot, dan longsor ke arah barat daya, tertahan oleh Perbukitan Menoreh, kemudian membentuk gundukan-gundukan bukit yang dikenal sebagai Gendol Hills.
Hipotesis letusan dahsyat Merapi 1.000 tahun silam ini ditentang oleh banyak ahli. Namun, pada kenyataannya hingga kini tak seorang pun mampu menyebut angka tahun secara pasti kapan letusan besar masa lampau itu terjadi.
Benarkah pernah ada letusan besar Merapi? Di dusun-dusun Kadisoka, Kedulan, dan Sambisari (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) terdapat candi-candi kuno peninggalan masa Dinasti Sanjaya Mataram Hindu, yang ketika diketemukan terkubur oleh endapan lahar dan abu vulkanik setebal 6-8 meter.
Di tempat-tempat tersebut dapat dijumpai lapisan endapan abu vulkanik yang ketebalannya 20-60 sentimeter. Sementara itu, di daerah Borobudur tebal lapisan abu dan pasir vulkanik mencapai 200 sentimeter. Letusan kecil tidak mungkin menghasilkan lapisan abu setebal itu.
Aktivitas Merapi pada abad ke-9-11 disinyalir menjadi salah satu pendorong berpindahnya pusat kebudayaan Mataram ke Jawa Timur. Letusan-letusan Merapi masa lalu juga pernah menguruk danau yang dahulu mengitari Candi Borobudur. Konon, semula candi Buddha tersebut dibangun di tengah danau dan digambarkan bak ceplok bunga teratai di tengah kolam.
Merapi mengalami evolusi dalam masa hidupnya. Tipe letusannya berubah-ubah. Pada awalnya magma Merapi encer, bersifat basa, dan mobilitas cukup tinggi. Ketika itu tipe letusannya efusif, tidak meledak, hanya melerkan lava dalam volume besar.
Kemudian sifat magma berangsur-angsur berubah menjadi lebih kental, lebih asam, dan mobilitasnya merendah. Tipe erupsinya berselang-seling antara efusif dan eksplosif (meledak).
Pada perkembangan terakhir, magma Merapi menjadi sangat kental, tekanan gas rendah, dan pergerakannya sangat lamban. Karena kentalnya, maka ketika mencapai permukaan, magma akan mengonggok di sekitar mulut kawah membentuk kubah lava (Kusumayudha, 1988, Newhall & Bronto, 1995, Camus et al, 2000).
Gundukan kubah lava sewaktu-waktu dapat gugur oleh desakan dari dalam. Guguran itu menghasilkan aliran piroklastik yang dikenal sebagai awan panas atau wedus gembel (karena penampilannya bergulung-gulung berwarna kelabu kelam, bergerak cepat, seperti sekawanan domba menuruni lereng). Erupsi seperti ini yang disebut sebagai tipe Merapi.
Gunung Bibi di lereng timur Merapi merupakan endapan lava hasil kegiatan Merapi paling primitif (Proto Merapi). Sementara itu, Gunung Turgo dan Gunung Plawangan di Kaliurang merupakan produk Merapi berikutnya (Merapi Tua).
Berbeda dengan Merapi Tua dan Merapi Primitif yang menghasilkan endapan lava sangat tebal, Merapi yang lebih muda memproduksi endapan lava yang tipis-tipis, lahar hujan, dan piroklastik fraksi halus (tuf atau abu vulkanik). Letusan Merapi Musakini (2.000 tahun) pada umumnya ke arah barat, barat daya, dan selatan. Sebelumnya, letusan Merapi diduga ke segala arah.
Sejarah letusan
Sudah tidak terhitung berapa kali Merapi meletus, baik besar maupun kecil. Letusan-letusan Merapi yang membawa korban jiwa, yang tercatat dalam buku data dasar Gunungapi Indonesia (1979), antara lain terjadi pada tahun 1672, menghasilkan awan panas dan banjir lahar hujan yang menelan 300 jiwa manusia.
Diduga tipe letusan ketika itu adalah Plinian. Tahun 1930-1931 Merapi meletus dengan tipe Plinian, menghasilkan aliran lava, piroklastika, dan lahar hujan, dengan korban 1.369 orang meninggal. Tahun 1954, kegiatan Merapi menghasilkan awan panas, hujan abu dan lapili, korban 64 orang meninggal.
Pada tahun 1961, terjadi aliran lava, awan panas, hujan abu, dan bahaya sekunder berupa banjir lahar hujan, enam orang meninggal sebagai korban. Pada saat itu Magelang dan sekitarnya sempat remang-remang dibalut abu dan debu vulkanik.
Pada tahun 1969, terjadi letusan cukup besar, ada awan panas letusan, guguran kubah lava, hujan abu, dan bom gunung api, korban manusia tiga orang. Letusan tahun 1972-1973 termasuk tipe volkano, menghasilkan semburan asap hitam setinggi tiga kilometer di atas puncak, hujan pasir dan kerikil di Pos Babadan, guguran awan pijar ke Kali Batang sejauh tiga kilometer.
Pada hari Selasa, 22 November 1994, sekitar pukul 10.00 selama lebih kurang dua jam Merapi mengeluarkan wedus gembel-nya ke arah Kali Boyong, menelan 67 korban manusia. Februari 2001, Merapi giat lagi.
Seperti biasanya, aktivitas kali ini berupa guguran kubah lava membentuk awan panas. Arah guguran pada waktu itu ke selatan-barat daya. Kepulan wedus gembel-nya terlihat dari Kecamatan Depok yang berjarak 25 kilometer dari puncak.
Sekarang Merapi beraksi lagi. Inikah jawaban atas hipotesis 1.000 tahun letusan dahsyatnya yang dipertentangkan itu?
Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc
Ketua Penyelenggara Volcano International Gathering 2006;
Dekan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
Ketua Penyelenggara Volcano International Gathering 2006;
Dekan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
(Kompas, Sabtu, 22 April 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar